LAPORAN PENDAHULUAN
PADA PASIEN DENGAN POST PERSALINAN NORMAL (PARTUS
SPONTAN)
A. KONSEP DASAR KEPERAWATAN
1. Definisi
Persalinan adalah
proses membuka dan menipisnya serviks dan janin turun ke dalam jalan lahir.
(Prawirohardjo, 2001).
Kelahiran adalah
proses dimana janin dan ketuban di dorong keluar melalui jalan lahir.
(Prawirohardjo, 2001).
Pesalinan dan
kelahiran normal (partus spontan) adalah proses lahirnya bayi pada letak
belakang kepala yang dapat hidup dengan tenaga ibu sendiri dan uri, tanpa alat
serta tidak melukai ibu dan bayi yang umumnya berlangsung kurang dari 24 jam
melalui jalan lahir.
Masa nifas (
puerperium ) adalah masa pulih kembali, mulai dari persalinan selesai sampai
alat – alat kandungan kembali seperti pra-hamil. Lama masa nifas ini yaitu 6 –
8 minggu.(Rustam Mochtar,1998).
Masa nifas adalah
periode sekitar 6 minggu sesudah melahirkan anak, ketika alat – alat reproduksi
tengah kembali kepada kondisi normal.( Barbara F. weller 2005 )
Post partum adalah
proses lahirnya bayi dengan tenaga ibu sendiri, tanpa bantuan alat – alat serta tidak melukai ibu dan bayi yang
umumnya berlangsung kurang dari 24 jam.(Abdul Bari Saifuddin, 2002)
Pesalinan dan
kelahiran normal adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan
cukup bulan (37-42 minggu), lahir spontan dengan presentasi belakang kepala
yang berlangsung dalam 18 jam, tanpa komplikasi baik pada ibu maupun pada
janin. (Prawirohardjo, 2001).
2. Etiologi
Penyebab persalinan belum pasti diketahui,namun
beberapa teori menghubungkan dengan faktor hormonal,struktur rahim,sirkulasi
rahim,pengaruh tekanan pada saraf dan nutrisi (Hafifah, 2011)
a.
Teori penurunan hormone
1-2 minggu sebelum partus mulai, terjadi penurunan hormone progesterone dan
estrogen. Fungsi progesterone sebagai penenang otot –otot polos rahim dan akan
menyebabkan kekejangan pembuluh darah sehingga timbul his bila progesterone
turun.
b.
Teori placenta menjadi tua
Turunnya kadar hormone estrogen dan progesterone menyebabkan kekejangan
pembuluh darah yang menimbulkan kontraksi rahim.
c.
Teori distensi rahim
Rahim yang menjadi besar dan merenggang menyebabkan iskemik otot-otot rahim
sehingga mengganggu sirkulasi utero-plasenta.
d.
Teori iritasi mekanik
Di belakang servik terlihat ganglion servikale(fleksus franterrhauss). Bila
ganglion ini digeser dan di tekan misalnya oleh kepala janin akan timbul
kontraksi uterus.
e.
Induksi partus
Dapat pula ditimbulkan dengan jalan gagang laminaria yang dimasukan dalam
kanalis servikalis dengan tujuan merangsang pleksus frankenhauser, amniotomi
pemecahan ketuban), oksitosin drip yaitu pemberian oksitosin menurut tetesan
perinfus.
3. Patofisiologi
Dalam masa post partum atau masa nifas, alat-alat
genetalia interna maupun eksterna akan berangsur-angsur pulih kembali seperti
keadaan sebelum hamil. Perubahan-perubahan alat genetal ini dalam
keseluruhannya disebut “involusi”. Disamping involusi terjadi
perubahan-perubahan penting lain yakni memokonsentrasi dan timbulnya laktasi
yang terakhir ini karena pengaruh hormon laktogen dari kelenjar hipofisis
terhadap kelenjar-kelenjar mamae.
Otot-otot uterus berkontraksi segera post psrtum,
pembuluh-pembuluh darah yang ada antara nyaman otot-otot uretus akan terjepit.
Proses ini akan menghentikan pendarahan setelah plasenta lahir. Perubahan-perubahan
yang terdapat pada serviks ialah segera post partum bentuk serviks agak
menganga seperti corong, bentuk ini disebabkan oleh korpus uteri terbentuk
semacam cincin. Peruabahan-perubahan yang terdapat pada endometrium ialah
timbulnya trombosis, degenerasi dan nekrosis ditempat implantasi plasenta pada
hari pertama endometrium yang kira-kira setebal 2-5 mm itu mempunyai permukaan
yang kasar akibat pelepasan desidua dan selaput janin regenerasi endometrium
terjadi dari sisa-sisa sel desidua basalis yang memakai waktu 2 sampai 3
minggu. Ligamen-ligamen dan diafragma pelvis serta fasia yang merenggang
sewaktu kehamilan dan pertu setelah janin lahir berangsur-angsur kembali
seperti sedia kala.
4. Tanda dan Gejela
a.
Perubahan fisik
1.
Involusi uterus
Adalah proses kembalinya alat kandungan uterus dan jalan lahir setelah bayi
dilahirkan sehingga mencapai keadaan seperti sebelum hamil. Setelah plasenta lahir, uterus merupakan alat
yang keras, karena kontraksi ini menyebabkan rasa nyeri/mules-mules yang disebut
after pain post partum terjadi pada hari ke – 2-3 hari.
2.
Kontraksi uterus
Intensistas kontraksi uterus meningkat setelah melahirkan berguna untuk
mengurangi volume cairan intra uteri.
Setelah 1 – 2 jam post partum, kontraksi menurun stabil berurutan, kontraksi
uterus menjepit pembuluh darah pada uteri sehingga perdarahan setelah plasenta
lahir dapat berhenti.
3.
After pain
Terjadi karena pengaruh kontraksi uterus, normal sampai hari ke -3. After pain meningkat karena adanya sisa
plasenta pada cavum uteri, dan gumpalan darah (stoll cell) dalam cavum uteri .
4.
Endometrium
Pelepasan plasenta dan selaput janin dari dinding rahim terjadi pada
stratum spunglosum, bagian atas setelah 2 – 3 hari tampak bahwa lapisan atas
dari stratum sponglosum yang tinggal menjadi nekrosis keluar dari lochia. Epitelisasi endometrium siap dalam 10 hari,
dan setelah 8 minggu endometrium tumbuh kembali.
Epitelisasi tempat plasenta + 3 minggu tidak menimbulkan jaringan parut,
tetapi endometrium baru, tumbuh di bawah permukaan dari pinggir luka.
5.
Ovarium
Selama hamil tidak terjadi pematangan sel telur. Masa nifa terjadi pematangan sel telur,
ovulasi tidak dibuahi terjadi mentruasi, ibu menyusui mentruasinya terlambat
karena pengaruh hormon prolaktin.
6.
Lochia
Adalah cairan yang dikeluarkan dari uterus melalui vagina dalam masa nifas,
sifat lochia alkalis sehingga memudahkan kuman penyakit berkembang biak. Jumlah lebih banyak dari pengeluaran darah
dan lendir waktu menstruasi, berbau anyir, tetapi tidak busuk.
7.
Lochia dibagi dalam beberapa jenis :
a.
Lochia rubra
Pada hari 1 – 2 berwarna merah, berisi lapisan decidua, sisa-sisa chorion,
liguor amni, rambut lanugo, verniks caseosa sel darah merah.
b.
Lochia sanguinolenta
Dikeluarkan hari ke 3 – 7 warna merah kecoklatan bercampur lendir, banyak
serum selaput lendir, leukosit, dan kuman penyakit yang mati.
c.
Lochia serosa
Dikeluarkan hari ke 7 – 10, setelah satu minggu berwarna agak kuning cair
dan tidak berdarah lagi.
d.
Lochia alba
Setelah 2 minggu, berwarna putih jernih, berisi selaput lendir, mengandung
leukosit, sel epitel, mukosa serviks dan kuman penyakit yang telah mati.
7.
Serviks dan vagina
Beberapa hari setelah persalinan, osteum externum dapat dilalui oleh 2 jari
dan pinggirnya tidak rata (retak-retak).
Pada akhir minggu pertama hanya dapat dilalui oleh 1 jari saja. Vagina saat persalinan sangat diregang lambat
laun mencapai ukuran normal dan tonus otot kembali seperti biasa, pada minggu
ke-3 post partum, rugae mulai nampak kembali.
8.
Perubahan pada dinding abdomen
Hari pertama post partum dinding perut melipat dan longgar karena diregang
begitu lama. Setelah 2 – 3 minggu
dinding perut akan kembali kuat, terdapat striae melipat, dastosis recti
abdominalis (pelebaran otot rectus/perut) akibat janin yang terlalu besar atau
bayi kembar.
9.
Perubahan Sistem kardiovaskuler
Volume darah tergantung pada jumlah kehilangan darah selama partus dan
eksresi cairan extra vasculer.
Curah jantung/cardiac output kembali normal setelah partus
10. Perubahan sistem urinaria
Fungsi ginjal normal, dinding kandung kemih memperlihatkan oedema dan
hiperemi karena desakan pada waktu janin dilahirkan. Kadang-kadang oedema trigonum, menimbulkan
obstruksi dari uretra sehingga terjadi retensio urin. Pengaruh laserasi/episiotomi yang menyebabkan
refleks miksi menurun.
11. Perubahan sistem Gastro
Intestina;
Terjadi gangguan rangsangan BAB atau konstipasi 2 – 3 hari post
partum. Penyebabnya karena penurunan
tonus pencernaan, enema, kekakuan perineum karena episiotomi, laserasi,
haemorroid dan takut jahitan lepas
12. Perubahan pada mammae
Hari pertama bila mammae ditekan sudah mengeluarkan colustrum. Hari ketiga produksi ASI sudah mulai dan
jaringan mammae menjadi tegang, membengkak, lebut, hangat dipermukaan kulit
(vasokongesti vaskuler)
13. Laktasi
Pada waktu dua hari pertama nifas keadaan buah dada sama dengan
kehamilan. Buah dada belum mengandung
susu melainkan colustrum yang dapat dikeluarkan dengan memijat areola mammae.
Colustrum yaitu cairan kuning dengan berat jenis 1.030 – 1,035 reaksi
alkalis dan mengandung protein dan garam, juga euglobin yang mengandung
antibodi.
bayi yang terbaik dan harus dianjurkan kalau tidak ada kontra indikasi
14. Temperatur
Temperatur pada post partum dapat mencapai 38 0C dan normal kembali dalam
24 jam. Kenaikan suhu ini disebabkan
karena hilangnya cairan melalui vagina ataupun keringat, dan infeksi yang
disebabkan terkontaminasinya vagina.
15. Nadi
Umumnya denyut nadi pada masa nifas turun di bawah normal. Penurunan ini akibat dari bertambahnya jumlah
darah kembali pada sirkulasi seiring lepasnya placenta. Bertambahnya volume darah menaikkan tekanan
darah sebagai mekanisme kompensasi dari jantung dan akan normal pada akhir
minggu pertama.
16. Tekanan Darah
Keadaan tensi dengan sistole 140 dan diastole 90 mmHg baik saat kehamilan
ataupun post partum merupakan tanda-tanda suatu keadaan yang harus diperhatikan
secara serius.
17. Hormon
Hormon kehamilan mulai berkurang dalam urine hampir tidak ada dalam 24
hari, setelah 1 minggu hormon kehamilan juga menurun sedangkan prolaktin
meningkat untuk proses laktasi
B.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1.
Pengkajian Fokus Keperawatan
a.
Riwayat ibu
1) Biodata ibu.
2) Penolong.
3) Jenis persalinan.
4) Masalah-masalah persalinan.
5) Nyeri.
6) Menyusui atau tidak.
7) Keluhan-keluhan saat ini, misalnya :
kesedihan/depresi, pengeluaran per vaginam/perdarahan/lokhia, putting/payudara.
8) Rencana masa datang : kontrasepsi yang akan
digunakan.
b.
Riwayat
sosial ekonomi
1) Respon ibu dan keluarga terhadap bayi.
2) Kehadiran anggota keluarga untuk membantu ibu di
rumah.
3) Para pembuat keputusan di rumah.
4) Kebiasaan minum, merokok dan menggunakan obat.
5) Kepercayaan dan adat istiadat.
c. Riwayat bayi
1) Menyusu.
2) Keadan tali pusat.
3) Vaksinasi.
4) Buang air kecil/besar.
d. Pemeriksaan fisik
1) Pemeriksaan umum
a)
Suhu tubuh.
b)
Denyut nadi.
c)
Tekanan
darah.
d) Tanda-tanda anemia.
e)
Tanda-tanda
edema/tromboflebitis.
f)
Refleks.
g)
Varises.
h)
CVAT
(Contical Vertebral Area Tenderness).
2) Pemeriksaan payudara
a)
Putting susu
: pecah, pendek, rata.
b)
Nyeri tekan.
c)
Abses.
d) Pembengkakan/ASI terhenti.
e)
Pengeluaran
ASI.
3) Pemeriksaan perut / uterus
a)
Posisi
uterus/tinggi fundus uteri.
b)
Kontraksi
uterus.
c)
Ukuran
kandung kemih.
4) Pemeriksaan vulva/perineum
a) Pengeluaran lokhia.
b) Penjahitan laserasi atau luka episiotomi.
c) Pembengkakan.
d) Luka.
e) Henoroid.
5) Aktivitas/istirahat
Insomnia mungkin teramati.
6) Sirkulasi
Episode diaforetik lebih sering
terjadi pada malam hari.
7) Integritas ego
Peka rangsang, takut / menangis (“post
partum blues” sering terlihat kira-kira 3 hari setelah melahirkan).
8) Eliminasi
Diuresis diantara hari kedua dan
kelima.
9) Makanan/cairan
Kehilangan nafsu makan mungkin
dikeluhkan kira-kira hari ketiga.
10) Nyeri/ketidaknyamanan
Nyeri tekan payudara / pembesaran
dapat terjadi diantara hari ketiga sampai kelima pasca partum.
11) Seksualitas
Uterus 1 cm di atas umbilikus pada 12
jam setelah kelahiran, menurun kira-kira 1 lebar jari setiap harinya.
Lokhia rubra berlanjut sampai hari
kedua sampai ketiga, berlanjut menjadi lokhia serosa dengan aliran tergantung
pada posisi (misal : rekumben versus ambulasi berdiri) dan aktivitas (misal :
menyusui).
Payudara : produksi kolostrum 48 jam
pertama, berlanjut pada suhu matur, biasanya pada hari ketiga; mungkin lebih
dini, tergantung kapan menyusui dimulai.
2. Diagnosa keperawatan
a.
Gangguan rasa
nyaman (nyeri) berhubungan dengan peregangan perineum; luka episiotomi;
involusi uteri; hemoroid; pembengkakan payudara
b.
Resiko
defisit volume cairan berubungan dengan pengeluaran yang berlebihan;
perdarahan; diuresis; keringat berlebihan.
c.
Perubahan pola
eleminasi BAK (disuria) berhubungan dengan trauma perineum dan saluran kemih
d.
Perubahan pola
eleminasi BAB (konstipasi) berhubungan dengan kurangnya mobilisasi; diet yang
tidak seimbang; trauma persalinan.
e.
Gangguan
pemenuhan ADL berhubungan dengan immobilisasi; kelemahan.
f.
Resiko
infeksi berhubungan dengan trauma jalan lahir.
g.
Resiko
gangguan proses parenting berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang cara
merawat bayi.
- Rencana Keperawatan
No.
|
Diagnosa Keperawatan
|
Tujuan dan Kriteria Hasil
|
Rencana Intervensi
|
Rasional
|
1.
|
Gangguan
rasa nyaman (nyeri) b/d peregangan perineum; luka episiotomi; involusi uteri;
hemoroid; pembengkakan payudara.
|
Pasien
mendemonstrasikan tidak adanya nyeri.
Kriteria
hasil: vital sign dalam batas normal, pasien menunjukkan peningkatan
aktifitas, keluhan nyeri terkontrol, payudara lembek, tidak ada bendungan
ASI.
|
1. Kaji tingkat nyeri
pasien.
2. Kaji kontraksi uterus,
proses involusi uteri.
3. Anjurkan pasien untuk
membasahi perineum dengan air hangat sebelum berkemih.
4. Anjurkan dan latih
pasien cara merawat payudara secara teratur.
5. Jelaskan pada ibu tetang
teknik merawat luka perineum dan mengganti PAD secara teratur setiap 3 kali
sehari atau setiap kali lochea keluar banyak.
6. Kolaborasi dokter
tentang pemberian analgesik bial nyeri skala 7 ke atas.
|
1.
Menentukan intervensi keperawatan sesuai skala nyeri.
2.
Mengidentifikasi penyimpangan dan kemajuan berdasarkan
involusi uteri.
3.
Mengurangi ketegangan pada luka perineum.
4.
Melatih ibu mengurangi bendungan ASI dan memperlancar
pengeluaran ASI.
5.
Mencegah infeksi dan kontrol nyeri pada luka perineum.
6.
Mengurangi intensitas nyeri denagn menekan rangsnag nyeri
pada nosiseptor.
|
2.
|
Resiko
defisit volume cairan b/d pengeluaran yang berlebihan; perdarahan; diuresis;
keringat berlebihan.
|
Pasien
dapat mendemostrasikan status cairan membaik.
Kriteria
evaluasi: tak ada manifestasi dehidrasi, resolusi oedema, haluaran urine di
atas 30 ml/jam, kulit kenyal/turgor kulit baik.
|
1. Pantau:
2. Pantau: cairan masuk dan
cairan keluar setiap 8 jam.
3. Beritahu dokter bila:
haluaran urine < 30 ml/jam, haus, takikardia, gelisah, TD di bawah rentang
normal, urine gelap atau encer gelap.
4. Konsultasi dokter bila
manifestasi kelebihan cairan terjadi.
|
1. Mengidentifikasi
penyimpangan indikasi kemajuan atau penyimpangan dari hasil yang diharapkan.
2. Mengidentifikasi
keseimbangan cairan pasien secara adekuat dan teratur.
3. Temuan-temuan ini
mennadakan hipovolemia dan perlunya peningkatan cairan.
4. Mencegah pasien jatuh ke
dalam kondisi kelebihan cairan yang beresiko terjadinya oedem paru.
|
3.
|
Perubahan
pola eleminasi BAK (disuria) b/d trauma perineum dan saluran kemih.
|
Pola
eleminasi (BAK) pasien teratur.
Kriteria
hasil: eleminasi BAK lancar, disuria tidak ada, bladder kosong, keluhan
kencing tidak ada.
|
1.
Kaji haluaran urine, keluhan serta keteraturan pola
berkemih.
2.
Anjurkan pasien melakukan ambulasi dini.
3.
Anjurkan pasien untuk membasahi perineum dengan air hangat
sebelum berkemih.
4.
Anjurkan pasien untuk berkemih secara teratur.
5.
Anjurkan pasien untuk minum 2500-3000 ml/24 jam.
6.
Kolaborasi untuk melakukan kateterisasi bila pasien
kesulitan berkemih.
|
1. Mengidentifikasi
penyimpangan dalam pola berkemih pasien.
2. Ambulasi dini memberikan
rangsangan untuk pengeluaran urine dan pengosongan bladder.
3. Membasahi bladder dengan
air hangat dapat mengurangi ketegangan akibat adanya luka pada bladder.
4. Menerapkan pola berkemih
secara teratur akan melatih pengosongan bladder secara teratur.
5. Minum banyak mempercepat
filtrasi pada glomerolus dan mempercepat pengeluaran urine.
6. Kateterisasi memabnatu
pengeluaran urine untuk mencegah stasis urine.
|
4.
|
Perubahan
pola eleminasi BAB (konstipasi) b/d kurangnya mobilisasi; diet yang tidak
seimbang; trauma persalinan.
|
Pola
eleminasi (BAB) teratur.
Kriteria
hasil: pola eleminasi teratur, feses lunak dan warna khas feses, bau khas
feses, tidak ada kesulitan BAB, tidak ada feses bercampur darah dan lendir,
konstipasi tidak ada.
|
1. Kaji pola BAB, kesulitan
BAB, warna, bau, konsistensi dan jumlah.
2. Anjurkan ambulasi dini.
3. Anjurkan pasien untuk
minum banyak 2500-3000 ml/24 jam.
4. Kaji bising usus setiap
8 jam.
5. Pantau berat badan
setiap hari.
6. Anjurkan pasien makan
banyak serat seperti buah-buahan dan sayur-sayuran hijau.
|
1. Mengidentifikasi
penyimpangan serta kemajuan dalam pola eleminasi (BAB).
2. Ambulasi dini merangsang
pengosongan rektum secara lebih cepat.
3. Cairan dalam jumlah
cukup mencegah terjadinya penyerapan cairan dalam rektum yang dapat
menyebabkan feses menjadi keras.
4. Bising usus
mengidentifikasikan pencernaan dalam kondisi baik.
5. Mengidentifiakis adanya
penurunan BB secara dini.
6. Meningkatkan pengosongan
feses dalam rektum.
|
5.
|
Gangguan
pemenuhan ADL b/d immobilisasi; kelemahan.
|
ADL
dan kebutuhan beraktifitas pasien terpenuhi secara adekuat.
Kriteria
hasil:
-
Menunjukkan peningkatan dalam beraktifitas.
-
Kelemahan dan kelelahan berkurang.
-
Kebutuhan ADL terpenuhi secara mandiri atau dengan bantuan.
-
frekuensi jantung/irama dan Td dalam batas normal.
-
kulit hangat, merah muda dan kering
|
1. Kaji toleransi pasien
terhadap aktifitas menggunakan parameter berikut: nadi 20/mnt di atas frek
nadi istirahat, catat peningaktan TD, dispnea, nyeri dada, kelelahan berat,
kelemahan, berkeringat, pusing atau pinsan.
2. Tingkatkan istirahat,
batasi aktifitas pada dasar nyeri/respon hemodinamik, berikan aktifitas
senggang yang tidak berat.
3. Kaji kesiapan untuk
meningkatkan aktifitas contoh: penurunan kelemahan/kelelahan, TD stabil/frek
nadi, peningaktan perhatian pada aktifitas dan perawatan diri.
4. Dorong memajukan
aktifitas/toleransi perawatan diri.
5. Anjurkan keluarga untuk
membantu pemenuhan kebutuhan ADL pasien.
6. Jelaskan pola
peningkatan bertahap dari aktifitas, contoh: posisi duduk ditempat tidur bila
tidak pusing dan tidak ada nyeri, bangun dari tempat tidur, belajar berdiri
dst.
|
1. Parameter menunjukkan
respon fisiologis pasien terhadap stres aktifitas dan indikator derajat
penagruh kelebihan kerja jnatung.
2. Menurunkan kerja
miokard/komsumsi oksigen , menurunkan resiko komplikasi.
3. Stabilitas fisiologis
pada istirahat penting untuk menunjukkan tingkat aktifitas individu.
4. Komsumsi oksigen
miokardia selama berbagai aktifitas dapat meningkatkan jumlah oksigen yang
ada. Kemajuan aktifitas bertahap mencegah peningkatan tiba-tiba pada kerja
jantung.
5. Teknik penghematan
energi menurunkan penggunaan energi dan membantu keseimbangan suplai dan
kebutuhan oksigen.
6. Aktifitas yang maju
memberikan kontrol jantung, meningaktkan regangan dan mencegah aktifitas berlebihan.
|
6.
|
Resiko
infeksi b/d trauma jalan lahir.
|
Infeksi
tidak terjadi.
Kriteria
hasil: tanda infeksi tidak ada, luka episiotomi kering dan bersih, takut
berkemih dan BAB tidak ada.
|
1.
Pantau: vital sign, tanda infeksi.
2.
Kaji pengeluaran lochea, warna, bau dan jumlah.
3.
Kaji luka perineum, keadaan jahitan.
4.
Anjurkan pasien membasuh vulva setiap habis berkemih dengan
cara yang benar dan mengganti PAD setiap 3 kali perhari atau setiap kali
pengeluaran lochea banyak.
5.
Pertahnakan teknik septik aseptik dalam merawat pasien
(merawat luka perineum, merawat payudara, merawat bayi).
|
1.
Mengidentifikasi penyimpangan dan kemajuan sesuai
intervensi yang dilakukan.
2.
Mengidentifikasi kelainan pengeluaran lochea secara dini.
3.
Keadaan luka perineum berdekatan dengan daerah basah
mengakibatkan kecenderunagn luka untuk selalu kotor dan mudah terkena
infeksi.
4.
Mencegah infeksi secara dini.
5.
Mencegah kontaminasi silang terhadap infeksi.
|
7.
|
Resiko
gangguan proses parenting b/d kurangnya pengetahuan tentang cara merawat
bayi.
|
Gangguan
proses parenting tidak ada.
Kriteria
hasil: ibu dapat merawat bayi secara mandiri (memandikan, menyusui, merawat tali
pusat).
|
1. Beri kesempatan ibu
untuk melakukan perawatan bayi secara mandiri.
2. Libatkan suami dalam
perawatan bayi.
3. Latih ibu untuk perawatan
payudara secara mandiri dan teratur.
4. Motivasi ibu untuk
meningkatkan intake cairan dan diet TKTP.
5. Lakukan rawat gabung
sesegera mungkin bila tidak terdapat komplikasi pada ibu atau bayi.
|
1. Meningkatkan kemandirian
ibu dalam perawatan bayi.
2. Keterlibatan bapak/suami
dalam perawatan bayi akan membantu meningkatkan keterikatan batih ibu dengan
bayi.
3. Perawatan payudara
secara teratur akan mempertahankan produksi ASI secara kontinyu sehingga
kebutuhan bayi akan ASI tercukupi.
4. Meningkatkan produksi ASI.
5. Meningkatkan hubungan
ibu dan bayi sedini mungkin.
|
DAFTAR PUSTAKA
Bagian Obstetri dan Ginekologi FK Unpad (1994), Obstetri Patologi, Bagian Obstetri dan Ginekologi FK Unpad,
Bandung.
Hacker Moore (1999), Esensial
Obstetri dan Ginekologi Edisi 2, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Hanifa Wikyasastro (1997), Ilmu
Kebidanan, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo, Jakarta.
http://www.slideshare.net/septianraha/asuhan-keperawatan-pada-ny-d-dengan-post-partum-normal-di-wilayah-kerja-puskesmas-delanggu-klaten
diakses pada tanggal 22 Juni 2014
http://dwitasari37.blogspot.com/2013/09/post-partum.html
diakses pada tanggal 22 Juni 2014
Marylin E. Doengoes, Mary Frances Moorhouse, Alice C. Geissler
(2000), Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien Edisi 3, Peneribit Buku Kedokteran EGC,
Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar